Jakarta saat ini menghadapi permasalahan yang kerap terjadi di kota-kota besar dunia, yaitu permasalahan kemacetan dan terbatasnya transportasi massal dengan kualitas prima. Hasil studi terkini, telah menunjukkan betapa kronisnya permasalahan transportasi di Indonesia terutama kaitannya dengan emisi gas rumah kaca dan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan pembangunan busway di tahun 2003 dimulai dari koridor I yang mencakup jalur Blok M-Kota. Pembangunan pilot busway yang dimulai dengan pro-kontra pada akhirnya dinilai oleh banyak pihak sebagai salah satu program yang dianggap sukses dilaksanakan oleh Pemprov DKI dan segera dilanjutkan dengan realisasi pembangunan busway di koridor lain sebagai bagian dari rencana peningkatan kualitas transportasi massal di DKI Jakarta
Pada tahun 2008, dari data yang diperoleh BLU Transjakarta, jumlah pengguna bus transjakarta di koridor I setiap harinya mencapai angka 200 ribu orang. Angka ini merepresentasikan jumlah pengguna kendaraan pribadi dan umum yang berpindah moda dengan bus transjakarta. Yang kemudian perlu didalami dari data tersebut adalah seberapa signifikan perubahan moda tersebut diikuti oleh perubahan perilaku transportasi warga kota dan besarnya dampak terhadap pengurangan kemacetan di wilayah Jakarta sekitarnya.
Darmaningtyas (2008) mengatakan pendidikan publik yang mampu mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum massal itu sekarang penting untuk dilakukan, sebab tanpa ada kesediaan untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, kemacetan di Jakarta tidak mungkin teratasi. Busway merupakan salah satu solusi yang paling realistis diterapkan di Jakarta saat ini, karena selain biaya investasinya kecil, kapasitas angkutnya bila dimaksimalkan dapat melebihi subway.
Keberadaan Busway, baik koridor I ataupun koridor lainnya, telah membentuk wajah kota Jakarta beberapa tahun terakhir. Keberadaan Busway membuat Jakarta mendapatkan kembali citranya sebagai kota Metropolitan terkemuka di dunia, dimana keberadaan sistem Mass Rapid Transport (MRT) menjadi salah satu kriterianya.
Busway tidak hanya menjadi alat mengurangi kemacetan, tetapi menjadi infrastruktur yang mampu merubah kebiasan berperilaku warga Jakarta dalam berkendara. Didalam penggunaannya Busway memiliki beberapa ketentuan yang membutuhkan kerjasama dan kedisiplinan warga Jakarta dalam melaksanakannya. Ketentuan tersebut secara gradual mempengaruhi kebiasaan dan perilaku warga Jakarta dalam penggunaan kendaraan umum (Public Transport)
Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat dikatakan Busway selain memiliki fungsi memperlancar aksesibilitas warga kota juga memiliki fungsi pengendali (control) kebiasaan warga kota. Busway dapat disebut sebagai bentuk manifestasi pengendalian Pemerintah Provinsi DKI terhadap pola transportasi warganya.
Busway: Alternatif Moda Transportasi Massal Jakarta
Menurut Hudalah (2010), MRT (mass rapid transit) secara harfiah dapat diartikan sebagai moda angkutan yang mampu mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak (massal) dengan frekuensi dan kecepatan yang sangat tinggi (rapid). Selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai pilihan transportasi yang memiliki kapasitas dan frekuensi tinggi dan memiliki jalur yang terpisah dari moda transportasi lainnya. Pemisahan jalur ini dapat berupa jalur tersendiri, jalur rel, roda terpadu ataupun jalur medan magnetic. (APTA, 1994)
Secara umum Mass Rapid Transit dapat dikategorikan sebagai berikut:
Kategori
|
Klasifikasi
|
Kapasitas
|
Teknologi
|
Bus
|
Busway
Guided Bus
· Guided Rubber tyres
· Magnetic Guidance
· Optical Guidance
|
300 penumpang
Jarak berkisar ± 10 - 20 km
|
Hybrid electric Busses
Fuel Cell Busses
Electric Busses
CNG Busses
Bio Diesel Busses
|
Monorel
|
Small type
Medium Type
Large Type
|
150 – 600 penumpang
Jarak berkisar 15 – 30 km
|
Magnetic Levitation (maglev)
|
Light Train
|
Kereta dengan maksimal 1 – 4 gerbong
|
200 orang/gerbong sekitar 800 penumpang
Jarak berkisar 20 – 50 km
|
Berbasis rel dapat melayang diatas tanah maupun di bawah tanah karena sedikit tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit
|
Heavy Train
|
Kereta dengan jumlah gerbong lebih dari 5 - 10
|
200 orang / gerbong sekitar 1.000 – 10.000 penumpang dengan jarak lintasan > 60 km
|
Berbasis pada jaringan rel yang menggunakan tenaga listrik yang cukup besar
|
BRT adalah satu bentuk angkutan umum massal yang berorientasi pelanggan dan mengombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik.
Secara umum, BRT mempunyai ciri-ciri: memiliki koridor busway pada jalur terpisah-sejajar atau dipisahkan secara bertingkat-teknologi bus yang dimodernisasi, menaikkan dan menurunkan penumpang dengan cepat dan di tempat tertentu, penarikan ongkos melalui ticketing system (bukan oleh kondektur atau sopir), halte dan stasiun yang nyaman, teknologi bus yang bersih, integrasi antarmoda, dan layanan pelanggan yang sangat baik. Fenomena BRT ini berkembang di Amerika Latin, dimulai dari Curitiba (Brasil), kemudian diadopsi dengan mengalami penyempurnaan desain maupun manajemen oleh Wali Kota Bogota (Colombia) Enrique Penalosa
Busway, yang arti sesungguhnya adalah jalur khusus bus, di Jakarta berubah menjadi identitas atau nama moda transportasi umum massal yang melaju di jalur khusus dan dikelola oleh Badan Layanan Umum Transjakarta. Untuk konteks kota Jakarta, sebutan busway memiliki dua makna,yaitu menyebut “busway” saja, berarti itu sebagai suatu sistem, jalur khusus bus dan menyebutkan Busway Transjakarta, berarti itu nama perusahaan atau identitas diri moda angkutan massal di Jakarta yang melaju di jalur khusus bus.
Keberadaan busway selama 8 tahun terakhir telah menjadi gaya hidup baru warga kota, yang semula berkutat pada angkutan umum konvensional seperti angkot, bus kopaja, patas dan lain sebagainya beralih menggunakan busway sebagai model MRT yang cukup banyak digunakan di kota-kota Dunia.
Jumlah Penumpang Rata-Rata Bus Transjakarta 2004-2009
|
Jumlah Penumpang
|
Rata-rata bulanan
|
Rata-Rata Harian
|
Jumlah Koridor
|
Panjang Trayek
|
2004
|
15. 942.423
|
1.328.535
|
43.678
|
1
|
12,9
|
2005
|
20.798.196
|
1.733.183
|
56.981
|
1
|
12,9
|
2006
|
38.828.036
|
3.235.670
|
106.378
|
3
|
45,9
|
2007
|
61.439.961
|
5.119.997
|
168.329
|
7
|
97,4
|
2008
|
74.619.995
|
6.218.333
|
204.438
|
7
|
97,4
|
2009
|
83.205.397
|
6.933.783
|
227.960
|
8
|
123,4
|
Sumber BLUD Jakarta, 2010
Kemacetan di Kota Jakarta menurut penelitian yang dilakukan oleh Intrans (2008) dalam Daramningtyas (2010) selain disebabkan oleh tingginya volume kendaraan di Kota Jakarta, juga disebabkan oleh perilaku berkendara warga Kota Jakarta pada umumnya, terutama kendaraan umum. Perilaku diartikan sebagai aktivitas manusia berupa tindakan dalam rangka memberikan reaksi terhadap rangsangan (stimulus) yang diterimanya, dapat berasal dari luar (lingkungan) maupun dari dalam diri manusia itu sendiri (Puspita, 2007).
Kebiasaan menghentikan kendaraan umum di sembarang tempat, berpindah-pindah jalur , keengganan untuk mengantri, kecenderungan menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum dan lain sebagainya merupakan gambaran umum perilaku transportasi warga Jakarta Ketentuan-ketentuan yang diterapkan dalam penerapan busway di Jakarta, beberapa memiliki benturan dengan perilaku berkendaraan pada umumnya di Jakarta.
Keberadaan busway selama 8 tahun terakhir mampu merubah perilaku berkendaraan warga kota Jakarta walau belum signifikan berdampak pada pengurangan kemacetan. Perubahan tersebut secara sistematis dan terstruktur di rencanakan oleh Pemprov DKI. Perubahan budaya melalui intervensi struktural merupakan fenomena yang nampak dari pembangunan busway oleh Pemprov DKI Jakarta.
Busway merupakan manifestasi dari rencana Pemerintah DKI Jakarta untuk mengendalikan pola dan perilaku berperjalanan dari warga kota. Hal ini diwujudkan kemudian baik dalam pembangunan infrastruktur fisik busway, pembenahan tata kelola transportasi, mekanisme disinsentif dalam penggunaan busway oleh kendaraan pribadi, dan beberapa langkah lainnya.
Busway: Mekanisme Kendali Perilaku Bertransportasi Warga Kota
Berdasarkan Teori Good City Form, Kevin Lynch (1981) menjelaskan bahwa suatu kota dapat dikatakan memiliki bentuk yang baik, apabila kota tersebut memenuhi kriteria vital,sensible, well fitted, accessible, dan well controlled. Masing-masing kriteria harus sejalan dengan nilai Efficiency & Justice, yang disebut sebagai Meta Kriteria.
Kriteria kontrol dimaksudkan untuk menata, menjaga dan mengawasi warga dan lingkungannya sehingga dapat mencapai tujuan kota yang ideal yaitu keberlanjutan kota itu sendiri. Kontrol tidak selalu dilakukan oleh Pemerintah terhadap warganya, akan tetapi bisa juga terjadi sebaliknya melalui serangkaian kebijakan dan strategi tertentu sesuai dengan problematika wilayah.
Tujuan utama pembangunan busway pada awalnya adalah untuk mengubah perilaku berkendara dengan moda kendaraan pribadi (mode shifting) menjadi menggunakan busway sebagai kendaraan utama dalam beraktivitas. Hingga saat ini menurut survey yang dilakukan YLKI (2008) disebutkan baru 21 persen pengguna kendaraan pribadi yang telah berganti moda menggunakan busway
Busway sebagai moda transportasi massal adalah bentuk pengendalian Pemerintah terhadap warganya dalam pola melakukan perjalanan didalam kota. Terdapat beberapa elemen pengendali yang diterapkan dalam busway yang berdampak pada perubahan perilaku berkendara di Kota Jakarta,diantaranya;
No
|
Elemen
|
Keterangan
|
1
|
Jalur Khusus bus (busway).
|
Salah satu ciri khas dari keberadaan BRT adalah adanya jalur yang dibangun dan didedikasikan untuk bus. Di Jakarta pola penggunaan yang dilakukan adalah busway diperuntukkan untuk bus transjakarta saja dan dibatasi oleh separator yang tinggi sehingga kendaraan pribadi atau kendaraan umum lainnya tidak memungkinkan untuk menggunakan jalur tersebut. Keberadaan jalur khusus bus memungkinkan bus transjakarta berjalan dengan lancar di tengah-tengah kemacetan Jakarta
Permasalahan yang kemudian timbul adalah adanya pertentangan penggunaan ruang jalan antara kendaraan bus transjakarta dengan kendaraan pribadi dan kendaraan umum lainnya. Hal ini umumnya terjadi di ruas jalan yang memiliki lebar tidak mencukupi dan volume kendaraan tinggi. Perebutan ruang publik di Jalan Raya seringkali menyebabkan konflik kendaraan bahkan kecelakaan
Untuk menghindari konflik yang terjadi, maka Pemerintah Provinsi DKI dan BLUD Transjakarta menerapkan beberapa peraturan terkait kendaraan yang masuk ke jalur bus, seperti pemasangan pagar pembatas di jalur awal bus, penempatan staf penjaga di setiap jalur yang terbuka, pengenaan tilang untuk kendaraan yang masuk ke jalur bus.
Mekanisme tersebut merupakan instrumen pengendali sekaligus pendidikan kepada publik untuk membedakan jalur bus dengan jalur lainnya. Melalui instrumen tersebut diharapkan adanya peningkatan kesadaran dari warga kota mengenai fungsi dari Jalur bus dan mampu menjadi bagian dari keseharian kota
|
2
|
Halte.
|
Halte bus sesuai dengan standar BRT memiliki beberapa ketentuan dasar yang harus dipenuhi,diantaranya
- Lokasi ditentukan oleh pengelola bus dengan jarak tertentu sesuai dengan karakter rute
- Penumpang naik dan turun di halte yang ditentukan.
- Kondisi fisik halte harus bersih dan nyaman, termasuk untuk keperluan mengantri calon penumpang
Karakter halte busway cenderung tidak sejalan dengan perilaku warga Jakarta pada umumnya dan kondisi halte buskota di Jakarta. Kebiasaan untuk turun di sembarang tempat, kotornya halte bus kota, dan budaya antri yang minim diharapkan dapat berubah melalui sistem halte yang diterapkan oleh bus transjakarta
Penerapan sistem halte statis pada bus transjakarta merupakan implementasi dari pengendalian kebiasaan-kebiasaan yang umum terjadi oleh warga Jakarta dalam bekendaraan umum. Warga Jakarta “dipaksa” untuk merubah kebiasaan berhenti di sembarang tempat ketika berkendaraan umum. Halte di sistem busway bisa dikatakan sebagai bentuk rekayasa sosial yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan kedisiplinan warga Jakarta. Selain itu bentuk fisik halte dengan tingkat kebersihan dan kenyamanan dengan standar tertentu, memungkinkan untuk melakukan antrian bus dengan lebih nyaman dan tertib.
|
3
|
Sistem ticketing dengan mekanisme tariff flat.
|
Didalam pelaksanaan bus transjakarta, pengelola menerapkan sistem ticketing dengan tarif flat. Hal ini berbeda dengan kendaraan bus pada umumnya di Jakarta yang menggunakan kondektur dan uang tunai sebagai alat transaksi. Pemberlakukan sistem tiket ini ditujukan agar mengurangi kebocoran dalam lingkup bisnis bus transjakarta.
Selain itu dengan pemberlakuan mekanisme flat maka warga kota diberikan mekanisme insentif dan disinsentif untuk dalam memilih moda transportasi yang diinginkan dalam menuju satu tempat. Selain itu harga flat dengan mekanisme subsidi akan memastikan seluruh warga kota Jakarta dapat memiliki akses untuk menggunakan bus transjakarta karena harga tiketnya yang terjangkau. Hal ini sejalan dengan metakriteria efisiensi dan keadilan yang diperkenalkan oleh Lynch. Pembangunan infrastruktur baru dan modern tidak harus selalui diikuti oleh pengenaan tariff yang mahal dan membatasi aksesibilitas warganya terhadap infrastruktur tersebut.
|
Sumber: Hasil analisa, 2011
Kevin Lynch menyampaikan seluruh kriteria terkait dengan bentuk kota harus bisa dikaitkan dengan meta kriteria yang itu efisiensi dan keadilan sebagai pembanding. Karena tujuan sebuah kota dibangun sejatinya memberikan aspek keadilan kepada seluruh warganya tanpa melupkan aspek efisiensi terutama terkait dengan biaya yang dihasilkan dari bentuk kota,baik biaya finansial, sosial ataupun lainnya. Untuk itu maka dirasakan perlu untuk melakukan penilaian terhadap Busway sebagai aspek Pengendalian perilaku warga dan dikaitkan dengan aspek keadilan dan efisiensi.
No
|
Elemen
|
Keadilan
|
Efisiensi
|
1
|
Jalur Khusus Bus
|
Terjadi pertentangan dalam penggunaan ruang jalan antara kendaraan pribadi dan bus mengindikasikan adanya pembatasan yang dapat mengurangi aspek keadilan.
Tetapi disisi lain kondisi ini diperlukan untuk memberikan disinsentif kepada pengguna kendaraan pribadi sehingga berpindah menggunakan busway sebagai moda transportasi
Melihat aspek keadilan pada penggunaan jalur khusus bus di jalan raya sangat ditentukan dari perspektif yang digunakan dalam melihat jalan sebagai barang publik, semi publik atau privat.
|
Keberadaan jalur khusus pada beberapa ruas jalan menimbulkan permasalahan kemacetan yang lebih tinggi di jalur umum dibanding sebelumnya, seperti di ruas jalan HR. Rasuna Said, Mampang, Pondok Indah, dan beberapa ruas lainnya.
Kemacetan yang ditimbulkan dari sisi pengguna kendaraan pribadi akan menambah biaya yang dikeluarkan seperti waktu dan bahan bakar.
|
2
|
Halte
|
Keberadaan halte yang ditentukan lokasinya seringkali menimbulkan permasalahan dari sisi pengguna, seperti
1. Lokasi halte relatif bukan merupakan lokasi dimana perpindahan moda dapat dilakukan. Hal ini menyulitkan pengguna sehingga kesulitan untuk melakukan transfer moda
2. Beberapa halte busway tidak dilengkapi sarana prasaran yang memungkinkan untuk kaum difabel dalam menggunakan fasilitas tersebut
3. Keberadaan halte seringkali tidak didukung oleh keberadaan feeder sehingga proses peralihan moda dan jalur menjadi tidak mudah.
Melihat situasi-situasi diatas, maka dapat disimpulkan keberadaan halte busway tidak mencerminkan aspek keadilan dalam penempatannya ataupun fasilitas yang disediakan
|
Penentuan lokasi halte dilakukan melalui studi yang pernah dilaksanakan oleh Pemerintah DKI pada saat merencanakan jalur busway
Pada beberapa lokasi, penempatan halte justru membuat biaya yang dikeluarkan oleh pengguna menjadi semakin tinggi disebabkan lokasi antara satu halte dengan halte lain yang relatif jauh dan tidak mendekati pusat-pusat kegiatan.
Tingkat efisiensi penempatan halte busway menjadi rendah tatkala biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan busway menjadi lebih besar daripada tidak menggunakan busway.
Langkah mengadakan feeder busway di rute 1 Sentra Primer Barat-Daan Mogot, rute 2 Tanahabang-Balaikota dan rute 3 Sudirman Central Bisnis Distrik (SCBD)-Senayan merupakan langkah yang baik untuk meningkatkan efisiensi keberadaan halte di jalur-jalur tersebut.
|
3
|
Sistem ticketing dengan mekanisme tariff flat.
|
Harga yang relatif terjangkau menjamin akses masyarakat dari berbagai golongan ekonomi mampu mengakses busway sebagai pilihan moda transportasi ibukota
Hal itu dimaksudkan sebagai insentif kepada para pengguna busway untuk tidak berpindah moda lagi ke kendaraan pribadi.
|
Tarif tiket busway yang tidak berubah semenjak pertamakali dilincurkan dari tahun 2003, menimbulkan permasalahan bisnis dari operator BLUD transjakarta. Harga tersebut tidak mencerminkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh operator. Hal ini kemudian mempengaruhi kualitas layanan seperti kondisi bus, halte dan lain sebagainya.
Banyak pihak menilai perlu dilakukan penyesuaian harga yang mencerminkan biaya produksi yang dikeluarkan dan memperhatikan aspek willingness to pay dari para pengguna busway
|
Sumber: Hasil analisa, 2011
Tantangan ke Depan
Berdasarkan pengamatan terhadap bus transjakarta atau lebih dikenal oleh busway maka moda tersebut dapat dinilai sebagai mekanisme pengendalian warga kota oleh Pemerintah dalam berkendara umum. Pengendalian tersebut dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan transportasi kota Jakarta yang selain disebabkan oleh permasalahan teknis, juga disebabkan oleh persoalan perilaku berkendara warganya.
Pembangunan bus transjakarta secara visual merubah bentuk dan wajah kota Jakarta. Selain itu bus transjakarta pun merubah perilaku warga kota secara sadar ataupun tidak sadar. Perilaku ketidakdisiplinan dalam berkendara secara bertahap berkurang dengan adanya pola baru berkendaraan umum melalui bus transjakarta.
Terdapat beberapa tantangan yang harus diantisipasi dalam pengembangan bus transjakarta apabila dikaitkan dengan kriteria Pengendalian perilaku berkendara,diantaranya
1. Instrumen-instrumen pengendalian yang ditujukan untuk menegakkan peraturan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan BRT harus dijalankan dengan konsisten oleh operator bus transjakarta. Ketidakkonsistenan dapat menyebabkan aspek pengendali dianggap sebuah rutinitas dan tidak mampu mempengaruhi perilaku warga kota itu sendiri. Hal ini pada akhirnya akan menurunkan tingkat layanan dari bus transjakarta itu sendiri.
2. Peningkatan kualitas dari bus Transjakarta dinilai banyak pihak akan mempengaruhi terhadap tariff yang diberlakukan oleh pengelola. Diskusi mengenai kenaikan harga telah bergulir sejak tahun 2007. Memperhatikan kondisi sarana prasarana yang saat ini berjalan, maka kenaikan harga mungkin sesuatu yang diperlukan sehingga BLUD dapat meningkatkan skala bisnisnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan tariff adalah aspek keadilan dan efisiensi sebagai prinsip utama dalam menjamin aksesibilitas warga kota terhadap bus.
3. Aspek Pengendalian seringkali menyebabkan warga kota menjadi entitas yang teralienasi dengan instrument pengendali. Di Indonesia pengendalian sering disalah artikan sebagai pemaksaan kepentingan penguasa terhadap warganya. Dalam konteks bus transjakarta, mekanisme Pengendalian tidak dapat dilakukan dengan hanya mengadakan perangkat-perangkat fisik seperti rambu atau petugas jaga. Pengendalian harus disertai dengan kampanye publik sehingga terbangun kesadaran publik (public awareness) mengenai fungsi transjakarta sebagai alternatif baru dalam penanganan permasalahan transportasi di Kota Jakarta.
Referensi
1. Darmaningtyas. 2008. Keliling Jakarta Naik Busway. Artikel pada Koran Kompas 17 Februari 2008
2. Darmaningtyas. 2010. Transportasi di Jakarta:Menjemput Maut. Pustaka Yashiba, Jakarta
3. Hudalah, Delik dan Yudistira Pratama. 2010. MRT: Angkutan Perkotaan Masa Depan?, Buletin Tata Ruang edisi September – Oktober 2010, Jakarta
4. Lynch, Kevin. 1984.Good City Form. MIT Press, Cambridge MA and London
5. Rini, Indri Nurvia Puspita. 2007. Analisis Persepsi Penumpang Terhadap Tingkat Pelayanan Busway. Tesis pada Program Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang.